Meriahnya Pawai 102 Tahun NU: Sambut Ramadan dengan Kebersamaan

Halo, teman-teman!

Hari ini aku ingin bercerita tentang pengalaman seruku mengikuti pawai dalam rangka memperingati 102 tahun Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus menyambut datangnya bulan Ramadan. Acara ini diadakan oleh pemerintah desa (pemdes) bekerja sama dengan ormas NU. Suasananya sangat ramai dan penuh semangat!

Sambutan di Lapangan: Awal Acara yang Penuh Semangat

Pagi-pagi sekali, bunda membangunkanku lebih awal dari biasanya. Hari ini adalah hari yang spesial! Aku dan bunda akan mengikuti pawai bersama teman-teman lainnya. Bunda membantuku memakai baju muslim yang rapi, dan aku merasa sangat senang.

Saat kami tiba di lapangan desa, tempat semua peserta berkumpul, suasana sudah ramai. Ada anak-anak TK dan SD yang memakai seragam mereka, ada juga jamaah dari masjid-masjid desa yang membawa bendera dan spanduk. Mereka terlihat bersemangat, wajah-wajah mereka penuh senyuman.

Sayangnya, ayah tidak bisa ikut karena sedang bekerja. Tapi bunda tetap semangat mengajakku ikut dalam acara ini.

Sebelum pawai dimulai, ada sambutan dari pemimpin desa dan tokoh NU. Mereka berbicara tentang sejarah NU, bagaimana NU telah berjuang dalam menyebarkan Islam yang damai, dan betapa pentingnya menjaga kebersamaan di dalam masyarakat. Bunda bilang, NU selalu mengajarkan kita untuk berbuat baik, saling membantu, dan menjaga persatuan.

Aku melihat banyak orang mendengarkan dengan serius. Beberapa orang juga membawa bendera NU dan Indonesia, melambai-lambaikannya dengan penuh semangat. Setelah sambutan selesai, semua peserta bersiap untuk memulai pawai.

Pawai Taaruf Menuju Tempat Acara

Akhirnya, pawai pun dimulai! Aku melihat teman-temanku berjalan dengan rapi, ada yang membawa bendera, ada yang membawa tulisan berisi pesan-pesan kebaikan. Beberapa orang juga memainkan hadroh kecil sambil bershalawat, membuat suasana semakin meriah.

Awalnya, bunda ingin ikut berjalan bersama peserta lain, tapi karena aku belum mau berjalan sendiri dan bunda sedang hamil, kami akhirnya naik mobil jip yang sudah disediakan oleh panitia. Aku senang sekali! Dari atas mobil, aku bisa melihat semua orang berjalan dengan rapi, sambil melambaikan tangan kepada warga yang menyaksikan di sepanjang jalan.

Kami berjalan menuju parkiran rumah makan yang sudah disiapkan untuk acara berikutnya. Aku melihat panggung besar yang sudah dipasang di sana. Kata bunda, nanti akan ada penampilan hadroh di siang hari dan pengajian akbar di malam harinya.

Menonton Hadroh di Tenda yang Disediakan Panitia

Setelah sampai di tempat acara, peserta pawai beristirahat sejenak. Aku merasa sedikit lelah setelah perjalanan yang cukup panjang, meskipun aku hanya duduk di mobil.

Di dekat panggung, panitia telah menyiapkan tenda besar untuk para peserta dan tamu undangan. Bunda mengajakku duduk di sana, agar kami bisa menonton penampilan hadroh dengan lebih nyaman.

Saat hadroh mulai dimainkan, suasananya menjadi semakin meriah. Para pemain hadroh memakai seragam putih bersih, mereka duduk rapi di atas panggung sambil memegang rebana. Ketika mereka mulai memukul rebana, suaranya menggema dengan indah, mengiringi lantunan shalawat yang mereka nyanyikan dengan penuh semangat.

Aku mendengar suara shalawat yang merdu, dan aku merasa senang. Bunda tersenyum sambil mengikuti irama shalawat dengan menggoyangkan kepalanya pelan. Aku juga ikut menggoyangkan tubuhku sedikit, menikmati alunan musiknya.

Di sekelilingku, banyak orang yang ikut bershalawat bersama. Beberapa jamaah tampak khusyuk, menutup mata sambil menggerakkan bibir mereka, mengikuti setiap bait shalawat. Aku merasa suasana yang sangat tenang dan damai.

Bunda bilang, hadroh adalah salah satu bentuk kecintaan kita kepada Nabi Muhammad. Dengan bershalawat, kita mengingat dan meneladani kebaikan Nabi. Aku senang bisa ikut mendengarkan dan merasakan suasana yang begitu indah ini.

Malam Hari: Aku Tidak Bisa Ikut Pengajian

Setelah acara hadroh selesai, kami pulang ke rumah sebentar untuk beristirahat. Bunda berencana untuk kembali ke acara pengajian akbar di malam harinya.

Namun, sore harinya, aku merasa kurang enak badan. Badanku terasa hangat, dan aku tidak terlalu bersemangat seperti tadi pagi. Bunda langsung memelukku dan mengecek keadaanku. Selain itu, malam harinya juga sempat turun hujan, membuat udara semakin dingin.

Karena aku kurang sehat dan cuaca yang tidak mendukung, bunda memutuskan untuk tidak pergi ke pengajian dan memilih untuk menemaniku beristirahat di rumah.

Aku sedikit sedih karena tidak bisa ikut melihat pengajian. Kata bunda, pengajian ini akan diisi oleh seorang kiai yang memberikan tausiyah tentang pentingnya Ramadan dan bagaimana kita harus meningkatkan ibadah.

Meskipun aku tidak bisa hadir langsung, aku tetap bisa merasakan kehangatan Ramadan dari cerita bunda tentang acara itu.

Pengalaman yang Berkesan

Walaupun aku tidak bisa ikut pengajian malam harinya, aku tetap senang karena bisa mengikuti pawai dan menonton hadroh di siang harinya. Aku melihat banyak orang berkumpul dengan penuh semangat, bershalawat, dan berbahagia menyambut bulan Ramadan.

Bunda bilang, Ramadan adalah bulan penuh berkah, dan acara seperti ini adalah cara kita menyambutnya dengan kebersamaan dan kebaikan. Aku bersyukur bisa ikut merasakan momen ini, meskipun hanya dengan bunda, karena ayah sedang bekerja.

Aku berharap tahun depan aku bisa ikut lagi dan mengikuti acara sampai selesai. Semoga aku selalu sehat dan bisa merasakan kemeriahan Ramadan bersama keluarga dan teman-teman.

Tinggalkan komentar